Kemenag RI 2019 : Kami berfirman, “Turunlah kamu semua dari surga! Lalu, jika benar-benar datang petunjuk-Ku kepadamu, siapa saja yang mengikuti petunjuk-Ku tidak ada rasa takut yang menimpa mereka dan mereka pun tidak bersedih hati.” Prof. Quraish Shihab : Kami berfirman: “Turunlah kamu semua darinya (surga itu)! Lalu jika datang petunjuk-Ku kepada kamu, maka barangsiapa mengikuti petunjuk-Ku, (niscaya) tidak ada rasa takut menimpa mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” Prof. HAMKA : Kami firmankan, "Turunlah kamu sekalian dari (taman) ini, kemudian jika ada datang pada kamu satu petunjuk dariKu, maka barangsiapa yang menuruti petunjuk-Ku itu, tidaklah ada ketakutan atas mereka dan tidaklah mereka akan berduka cita.
Para mufassir berbeda pendapat tentang hikmah di balik pengulangan ini.
1. Pendapat Pertama
Menurut Al-Jubba'i pengulangan ini menandakan ada dua kali turun. Turun yang pertama dari surga ke langit dan turun yang kedua dari langit ke bumi.
Namun mendapat ini disanggah oleh Ar-Razi dalam Mafatih Al-Ghaib dengan dua argumentasi.
Pertama : pada perintah turun yang pertama, Allah sudah memerintahkan Adam dan istrinya turun ke bumi dan bertempat tinggal serta terpenuhinya kebutuhan hidupnya sampai akhir zaman.
Kedua : pada perintah turun yang kedua, Allah SWT menyebut kata minha (منها) yang maksudnya turun dari surga dan bukan dari langit.
2. Pendapat Kedua
Pendapat kedua mengatakab bahwa diulangnya perintah untuk turun sekedar penguatan atau ta'kid saja, seperti orang memerintahkan bangun dengan mengulang : bangun, bangun. Namun turunnya hanya sekali saja yaitu dari surga ke bumi.
Di antara mufassir modern yang berpendapat bahwa pengulangan hanya sekedar untuk ta'kid adalah Ibnu Asyur. Menurutnya tehnik pengulangan seperti ini dalam Ilmu Al-Badi' disebut dengan tardid.
3. Pendapat Ketika
Ar-Razi kemudian menawarkan pandangannya yang menjadi pendapat ketiga, yaitu bahwa memang ada dua kali peristiwa turun dari surga ke bumi.
Perintah pertama karena dosa memakan buah yang terlarang. Lalu setelah sekian lama turun ke bumi dan berlalu masa hukuman serta sudah diampuni, maka Adam dan Hawa dimasukkan kembali ke dalam surga.
Perintah yang kedua tidak ada hubungannya dengan hukuman dan dosa, tetapi sesuai dengan tujuan awalnya bahwa Adam diciptakan untuk menjadi khalifah di bumi.
مِنْهَا جَمِيعًا
Dhamir ha (ها) pada lafazh minha (منها) kembali kepada surga, sehingga maknanya menjadi turunlah kamu dari surga. Atau dengan kata lain bisa juga dimaknai : keluar lah kamu dari surga.
Dengan demikian pendapat yang mengatakan bahwa perintah turun ini adalah turun dari langit ke bumi menjadi kurang relevan. Sehingga yang mungkin diterima adalah pendapat yang mengatakan perintah turun ini hanyalah ta'kid atau penguatan saja. Atau kalau pun mau menggunakan pendapat Ar-Razi, ada dua kali peristiwa turun dari surga ke bumi.
Lafazh jami'an (جميعا) menunjukkan keterangan bahwa yang diperintah untuk turun adalah semua pihak, baik manusia, jin dan lain-lainnya.
فَإِمَّا يَأْتِيَنَّكُمْ مِنِّي هُدًى
Lafazh faimma (فإِمَّا) berarti : 'maka apabila' atau 'maka jika'. Sedangkan lafazh ya'tiyannakum (يَاْتِيَنَّكُمْ) maknanya mendatangi kamu. Dan lafazh minni (مِنِّي) maknanya adalah : 'dari Aku', yaitu tidak lain adalah dari Allah SWT.
Dan lafazh hudaa (هُدًى) berarti petunjuk, maksudnya petunjuk yang datangnya bersumber dari Allah SWT. Namun para mufassir berbeda pendapat tentang apa yang dimaksud dengan lafazh huda.
Sebagian ada yang mengatakan hudan di ayat ini maksudnya adalah turunnya kitab-kitab suci samawi yang tidak lain merupakan kalamullah. Namun sebagian lain ada yang memaknainya dengan para nabi dan rasul yang diperintahkan untuk ikut turun ke bumi. Dan tidak mengapa bila mau kita gabungkan jadi satu, sehingga hudan itu berarti kitab suci dan para nabi yang datang membawa petunjuk dari Allah SWT.
Lafazh ini buat sebagian orang dianggap semacam satu di antara dua kemungkinan, yaitu bisa saja datang petunjuk atau pun juga tidak datang petunjuk.
فَمَنْ تَبِعَ هُدَايَ
Ungkapan terkait 'siapa yang ikut kepada petunjuk-Ku' menurut hemat Penulis adalah sebuah filosofi dasar yang memberikan perspektif bagaimana seorang muslim memandang hakikat keberadaannya di dunia ini. Dan pandangan seperti ini tentu saja sangat jauh perbedaannya bila dibandingkan dengan berbagai macam pandangan-pandangan hidup lainnya.
Pada intinya keberadaan manusia di muka bumi adalah ber-ittiba' (اِتِّبَاع) atau mengikuti petunjuk dari Allah SWT, yaitu berupa berbagai macam ketentuan hukum syariah yang dibawa oleh para nabi dan rasul di dalam kitab-kitab suci yang diturunkan.
Dalam salah satu hadits disebutkan bahwa sepanjang sejarah peradaban manusia, Allah SWT telah mengutus tidak kurang 124 ribu nabi dan rasul.
Abu Zar bertanya kepada Rasulullah SAW, "Berapakah jumlah para nabi." Beliau SAW menjawab, "Mereka berjumlah 124.000 orang, sebanyak 315 dari mereka adalah Rasul." (HR Ahmad dalam musnadnya dan Al-Bani mengatakan bahwa hadits ini shahih).
ِAda sebagian kalangan yang mengaitkan angka jumlah para nabi dan rasul ini dengan jumlah shahabat nabi Muhammad SAW, yaitu angkanya kurang lebih 124 ribu orang juga. Dan yang menjadi rasul sekitar 300-an orang, jumlah itu sebanding dengan jumlah shahahabat yang ikut serta dalam Perang Badar.
فَلَا خَوْفٌ عَلَيْهِمْ
Khauf (خوف) berarti kondisi hati tidak tenang terkait dengan perkara di masa datang. Sebagian mufassir mengatakan bahwa yang dimaksud dengan tidak merasa takut adalah bahwa orang-orang beriman tidak akan menyaksikan huru-hara hari kiamat yang amat menakutkan.
Sebagian yang lain mengatakan bahwa mereka tidak merasa takut akan ancaman siksa di akhirat, karena sejak awal sudah mendapatkan kepastian tidak akan diadzab karena keimanan mereka. Dan keadaan ini terkonfirmasi dengan ayat lainnya :
Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan kami ialah Allah" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan Allah kepadamu". (QS. Fushshilat : 30)
Mereka itu tidak sesat di dunia dan tidak kesusahan di akhirat.
* * *
Kata khauf, khasyyah dan taqwa memiliki kedekatan makna, namun tidak sama. Khasy-yah lebih tinggi tingkatannya dari khauf atau ketakutan yang sangat. Khasyyah adalah rasa takut karena kebesaran dan keagungan sesuatu yang ditokohkan, walaupun yang takut adalah juga yang kuat.
Sedangkan khauf terjadi karena lemahnya mental orang yang takut walaupun yang ditakuti adalah sesuatu yang sepele.
Menurut Ibnul Qayyim, orang yang mengalami khauf, merespon dengan lari dan menjauh dari obyek yang ditakuti, sedangkan orang yang mengalami khasyyah bereaksi dengan pengetahuan dan mendekat kepada obyek takut.
Seperti orang awam dan dokter, reaksi orang awam terhadap penyakit adalah lari dari penyakit, dan reaksi dokter mendekati penyakit dengan penelitian dan percobaan dengan menggunakan obat-obatan.
وَلَا هُمْ يَحْزَنُونَ
Lafazh yahzanun () dari akar kata (حَزِنَ - يَحْزَنُ) yang berarti sedih dan lawan dari bahagia. Sedih adalah kondisi hati tidak tenang berkaitan dengan perkara di masa lampau.
Kata khauf (takut) disebut secara beriringan dengan sedih dalam bentuk negatif sebanyak 16 kali, dan kesemuanya menjelaskan keadaan orang-orang mukmin yang beramal saleh di surga. Mereka tidak lagi merasa takut dan sedih seperti yang mereka alami di dunia.
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, bila Allah berjanji menghilangkan perasaan sedih dan takut dari orang sebagai balasan melakukan suatu perbuatan, maka janji ini menunjukkan legalitas perbuatan tersebut yang berkisar antara hukum wajib dan sunnah.