Mon 26 June 2006 01:17 | Shalat > Shalat Dalam Berbagai Keadaan | 7.225 views
Assalamualakum wr. wb.
Bapak ustadz yang budiman, yang diridlhai Allah. Saya ingin bertanya mengenai shalat dalam keadaan musafir. Sebelumnya akan saya jelaskan tentang kondisi saya agar lebih jelas. Saya seorng mahasiswa yang alhamdulillah mendapat karunia Allah untuk studi di Jerman. Saya tinggal di sini sudah lebih dari 2 tahun.
Pertanyaannya:
Terimakasih banyak, Jajakallahu khairan.
Wassalam,
Jawaban :
Ust. Ahmad Sarwat, Lc., MA
Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
1. Batasan antara Musafir dengan Muqim
Beda antara safar dengan muqim (menetap) adalah seseorang bergerak di muka bumi. Atau disebut dengan adh-dharbu fi ardh. Yaitu anda terus bergerak ke sana ke mari setiap harinya dalam format perjalanan luar kota, bukan berputar-putar di dalam kota.
Bila anda sudah berniat untuk menetap -meski sementara- di suatu tempat, maka status anda bukan musafir lagi. Batasan musafir dan tidak adalah bila anda terus bergerak tanpa menetap di suatu titik di muka bumi. Begitu anda berdiam di suatu tempat, maka ada jatah waktu tunggu maksimal, yaitu 4 hari atau 15 hari, tergantung pendapat para ulama yang nanti akan kami jelaskan.
Anggaplah kita pakai pendapat yang 4 hari, maka begitu anda menginap di suatu tempat selama lebih dari 4 hari, anda sudah bukan musafir lagi. Dan tentunya anda harus segera shalat lengkap bukan jama' dan bukan qashar.
2. Syarat yang mengizinkan seseorang untuk dapat menjama dan mengqashar shalatnya.
Di antara penyebab dibolehkannya jama` dan qashar adalah safar adalah:
a. Bepergian atau safar
Syarat yang harus ada dalam perjalanan itu menurut ulama fiqih antara lain harus berniat safar, memenuhi jarak minimal dibolehkannya safar yaitu 4 burd atau 88, 656 km(sebagian ulama berbeda dalam menentukan jarak minimal),keluar dari kota tempat tinggalnya dansafar yang dilakukan bukan safar maksiat
b. Sakit
Imam Ahmad bin Hanbal membolehka jama` karena disebabkan sakit. Begitu juga Imam Malik dan sebagian pengikut Asy-Syafi`iyyah.
Sedangkan dalam kitab Al-Mughni karya Ibnu Qudamah dari mazhab Al-Hanabilah menuliskan bahwa sakit adalah hal yang membolehkan jama` shalat. Syeikh Sayyid Sabiq menukil masalah ini dalam Fiqhussunnah-nya.
Sedangkan Al-Imam An-Nawawi dari mazhab Asy-Syafi`iyyah dalam Syarah An-Nawawi jilid 5 219 menyebutkan, ”Sebagian imam berpendapat membolehkan menjama` shalat saat mukim (tidak safar) karena keperluan tapi bukan menjadi kebiasaan.
Pendapat ini antara lain dikemukakan oleh Ibnu Sirin dan Asyhab dari kalangan Al-Malikiyah. Begitu juga Al-Khattabi menceritakan dari Al-Quffal dan Asysyasyi al-kabir dari kalangan Asy-Syafi`iyyah.
Begitu juga dengan Ibnul Munzir yang menguatkan pendapat dibolehkannya jama` ini dengan perkataan Ibnu Abbas ra, “Beliau tidak ingin memberatkan ummatnya”.
Allah SWT berfirman:
Allah tidak menjadikan dalam agama ini kesulitan. (QS Al-Hajj: 78)
Dan bagi orang sakit tidak ada kesulitan. (QS Annur: 61)
c. Haji
Para jamaah haji disyariatkan untuk menjama` dan mengqashar shalat zhuhur dan Ashar ketika berga di Arafah dan di Muzdalifah dengan dalil hadits berikut ini:
Dari Abi Ayyub al-Anshari ra. Bahwa Rasulullah SAW menjama` Maghrib dan Isya` di Muzdalifah pada haji wada`. (HR Bukhari 1674).
d. Hujan
Dari Ibnu Abbas ra. bahwa Rasulullah SAW shalat di Madinah tujuh atau delapan; Zuhur, Ashar, Maghrib dan Isya`”. Ayyub berkata, ”Barangkali pada malam turun hujan?” Jabir berkata, ”Mungkin.” (HR Bukhari 543 dan Muslim 705)
Dari Nafi` maula Ibnu Umar berkata, ”Abdullah bin Umar bila para umaro menjama` antara maghrib dan isya` karena hujan, beliau ikut menjama` bersama mereka.” (HR Ibnu Abi Syaibah dengan sanad Shahih).
Hal seperti juga dilakukan oleh para salafus shalih seperti Umar bin Abdul Aziz, Said bin Al-Musayyab, Urwah bin az-Zubair, Abu Bakar bin Abdurrahman dan para masyaikh lainnya di masa itu. Demikian dituliskan oleh Imam Malik dalam Al-Muwattha` jilid 3 halaman 40.
Selain itu ada juga hadits yang menerangkan bahwa hujan adalah salah satu sebab dibolehkannya jama` qashar.
Dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah SAW menjama` zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya` di Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun hujan.” (HR Muslim 705).
e. Keperluan Mendesak
Bila seseorang terjebak dengan kondisi di mana dia tidak punya alternatif lain selain menjama`, maka sebagian ulama membolehkannya. Namun hal itu tidak boleh dilakukan sebagai kebiasaan atau rutinitas.
Dalil yang digunakan adalah dalil umum seperti yang sudah disebutkan di atas.
Allah SWT berfirman:
Allah tidak menjadikan dalam agama ini kesulitan. (QS. Al-Hajj: 78)
Dari Ibnu Abbas ra, “beliau tidak ingin memberatkan ummatnya”.
Dari Ibnu Abbas ra. Bahwa Rasulullah SAW menjama` zhuhur, Ashar, Maghrib dan Isya` di Madinah meski tidak dalam keadaan takut maupun hujan. (HR. Muslim 705).
3. Bila menjama dan mengqashar shalatnya dalam keadaan musafir, adakah shalatsunnah rawatib?
Umumnya para ulama memandang tidak perlu lagi adanya shalat sunnah qabliyah maupun ba'diyah yang mengiringi shalat qashar atau jama'. Sebab esensi shalat ini adalah meringankan, baik dengan digabungkan dalam satu waktu atau pun dikurangi bilangan rakaatnya.
Kalau masih melakukan shalat qabliyah dan ba'diyah, maka esensinya malah hilang. Demikian menurut umumnya para ulama.
4. Masa Bolehnya Shalat Safar
Batasan berapa lama seseorang boleh tetap menjama` dan mengqashar shalatnya, ada beberapa perbedaan pendapat di antara para fuqoha.
Adapun musafir yang tidak akan menetap maka ia senantiasa mengqashar shalat selagi masih dalam keadaan safar.
Ibnul Qoyyim berkata bahwa Rasulullah SAW tinggal di Tabuk 20 hari mengqashar shalat”.
Disebutkan Ibnu Abbas:” Rasulullah SAW melaksanakan shalat di sebagian safarnya 19 hari, shalat dua rakaat. Dan kami jika safar 19 hari, shalat dua rakaat, tetapi jika lebih dari 19 hari, maka kami shalat dengan sempurna”. (HR. Bukhari)
Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh,
Ahmad Sarwat, Lc.
Halalkah 26 June 2006, 01:17 | Umum > Halal Haram | 5.651 views |
Hari Kiamat 26 June 2006, 01:17 | Aqidah > Kiamat | 8.060 views |
Menikah tanpa Restu dari Orang Tua Pihak Puteri 23 June 2006, 06:32 | Pernikahan > Nikah berbagai keadaan | 6.954 views |
Warisan dan Kontribusi Anak 23 June 2006, 01:45 | Mawaris > Harta waris | 5.906 views |
Apa itu Mazi? 22 June 2006, 04:51 | Thaharah > Najis | 10.924 views |
Benarkah Surat Abasa Teguran kepada Nabi yang Bermuka Masam? 22 June 2006, 01:44 | Al-Quran > Tafsir | 12.678 views |
Pinjam di Koperasi, Ribakah? 22 June 2006, 01:43 | Muamalat > Riba | 9.133 views |
Ingin Mengadakan Kajian Kristen, Tapi Takut Non Muslim Tersinggung 21 June 2006, 04:21 | Umum > Non muslim | 6.057 views |
Malu Berdoa 21 June 2006, 03:49 | Umum > Tasawuf | 7.319 views |
Saudara Ayah sebagai Wali Nikah 20 June 2006, 23:25 | Pernikahan > Wali | 7.294 views |
Nasakh al-Quran 20 June 2006, 08:57 | Al-Quran > Nasakh | 9.443 views |
Talaq dan Rujuk dalam Islam 20 June 2006, 08:08 | Pernikahan > Talak | 8.109 views |
Hak Waris Kembali ke Orang Tua ketika Anak Meninggal? 20 June 2006, 07:47 | Mawaris > Hak waris | 6.410 views |
Pembatalan Nazar 20 June 2006, 06:22 | Umum > Ritual | 9.948 views |
Kedudukan Harta Suami dalam Pernikahan 19 June 2006, 03:41 | Pernikahan > Hak dan kewajiban | 6.711 views |
Apakah Harun Saudara Maryam itu Nabi Harun? 19 June 2006, 03:34 | Umum > Sejarah | 17.420 views |
Bolehkah Wudhu' dalam WC? 19 June 2006, 03:22 | Thaharah > Wudhu | 11.525 views |
Apakah Hadats itu Kotoran Kecil? 19 June 2006, 02:08 | Thaharah > Hadats | 6.132 views |
Rumah Riba 16 June 2006, 09:54 | Muamalat > Riba | 8.922 views |
Lembaga Keuangan Konvensional Haram? 16 June 2006, 04:52 | Muamalat > Bank | 10.821 views |
TOTAL : 2.294 tanya-jawab | 48,392,371 views
Jadwal Shalat DKI Jakarta5-2-2023Subuh 04:36 | Zhuhur 12:08 | Ashar 15:27 | Maghrib 18:21 | Isya 19:31 | [Lengkap]
|
Rumah Fiqih Indonesiawww.rumahfiqih.comJl. Karet Pedurenan no. 53 Kuningan Setiabudi Jakarta Selatan 12940 Copyright © by Rumah Fiqih Indonesia Visi Misi | Karakter | Konsultasi | Pelatihan | Buku | PDF | Quran | Pustaka | Jadwal | Sekolah Fiqih
|