Kemenag RI 2019:Maka, Allah menganugerahi mereka balasan (di) dunia ) dan pahala yang baik (di) akhirat. Allah mencintai orang-orang yang berbuat kebaikan. Prof. Quraish Shihab:
Karena itu, Allah menganugerahi mereka pahala (di) dunia dan pahala yang baik (di) akhirat. Dan Allah menyukai orang-orang muhsin (orang yang selalu berbuat yang lebih baik)
Prof. HAMKA:
Maka Allah pun memberikan ganjaran dunia kepada mereka dan sebaik-baik ganjaran akhirat. Allah amat suka kepada orang-orang yang berbuat baik.
Ayat ke-148 ini menggambarkan sambutan Allah atas permohonan mereka. Mereka sedemikian tulus berdoa, optimis kepada pertolongan, bersungguh-sungguh berjuang, dan taat kepada Allah dan rasul mereka, maka wajar bila Allah menganugerahi mereka pahala di dunia, berupa kemenangan, kecukupan, ketenangan batin, nama baik, dan lain-lain dan pahala yang baik di akhirat, yaitu surga, keridhaan Allah, dan lain-lain yang tidak dapat dilukiskan dengan kata-kata atau terbetik dalam benak.
Ayat ini menjelaskan bahwa akhirnya permohonan mereka dikabulkan Allah, lalu setelah mereka isi syarat-syaratnya sebagai berikut :
Tidak mengeluh karena cobaan.
Tidak lesu, patah semangat.
Tidak mundur barang setapak.
Sabar menanti hasil, walaupun rasanya lama.
Senantiasa mengadakan koreksi dan penyelidikan atas dosa terhadap Allah atau pelanggaran-pelanggaran atas disiplin, lalu memperbaikinya,
Selalu memohon pertolongan kepada Allah.
Dengan memenuhi keenam syarat ini, ganjaran Allah pun datang. Permohonan mereka tidak disia-siakan. Mereka diberi kebahagiaan dunia, yaitu kemerdekaan sesudah perbudakan.
Cahaya jiwa sesudah kegelapan pikiran dan dapat mengatur nasib sendiri di dalam menegakkan agama. Kelak akan dapat pula kebahagiaan akhirat karena di dunia telah menegakkan keadilan dan kebenaran.
فَآتَاهُمُ اللَّهُ ثَوَابَ الدُّنْيَا
Kata fa-ataa-hum (فَآتَاهُمُ) nampaknya hanya satu kata, namun sejatinya terdiri dari tiga unsur. Pertama, huruf (فَ) bermakna : maka, sebagai bentuk hubungan langsung dari doa-doa yang mereka panjatkan.
Kata tsawab (ثَوَابَ) diterjemahkan secara berbeda. Kemenag RI menerjemahkannya sebagai : balasan, lalu Prof. Quraish Shihab menerjemahkannya menjadi : pahala. Dan Buya HAMKA menerjemahkannya menjadi : ganjaran.
Kata ad-dunya (الدُّنْيَا) artinya : dunia. Dunia yang dimaksud bukan dunia internasional, melainkan maksudnya adalah masa kehidupan di dunia, sebagai lawan dari kehidupan masa depan yaitu kehidupan akhirat.
Bentuk nyata balasan, pahala dan ganjaran di dunia adalah kemenangan dalam perang dan matinya musuh mereka. Ini bila terkait dengan balasan dunia bagi umat terdahulu.
Sedangkan balasan dunia bagi umat Nabi Muhammad SAW memang agak lain, karena selain kemenangan secara peperangan, ada juga harta rampasan perang yang menjadi aliran darah segar dalam perekonomian Madinah.
وَحُسْنَ ثَوَابِ الْآخِرَةِ
Kata wa-husna (وَحُسْنَ) artinya : dan kebaikan. Kata tsawabal-akhirah (ثَوَابِ الْآخِرَةِ) artinya : balasan, pahala dan ganjaran di akhirat.
Menarik untuk menggaris-bawahi bahwa balasan di dunia tidak disertai dengan kata (حُسْنَ) yang artinya baik, tetapi untuk akhirat dilukiskannya dengan yang baik di akhirat.
Memang kita tidak bisa samakan antara balasan di akhirat dengan balasan di dunia. Sebab akhirat itu biar bagaimana pun pastinya lebih baik dari segala sisinya. Sedangkan dunia itu, apapaun kebaikan dan nikmat yang kita dapat, sifatnya hanya sementara. Jangan disamakan dengan kebaikan dan kenikmatan di akhirat.
Contohnya buah-buahan di surga, pastinya lebih baik dari buah-buahan di dunia.
Setiap mereka diberi rezeki buah-buahan dalam surga-surga itu, mereka mengatakan: "Inilah yang pernah diberikan kepada kami dahulu. (QS. Al-Baqarah : 25)
Salah satu wujud kebaikan di akhirat adalah keabadian atas suatu nikmat. Benar bahwa di dunia itu ada kenikmatan, tetapi kenikamatan dunia itu sifatnya hanya sementara, sedangkan nikmat di akhirat itu bersifat abadi. Kata kuncinya adalah al-khulud (الخُلُود) alias sustainble.
Contohnya orang yang berkecukupan di dunia, dia kaya, uang banyak, anak banyak, istri banyak, semua serba ada. Anggaplah semua kehidupannya itu penuh kenikmatan. Tetapi sampai kapan kenikatan itu akan terus berlangsung? Dan apakah semua itu akan abadi?
Oke lah bila semua bisa bertahan lama, tapi tubuhnya sebagai manusia ternyata tidak abadi. Perlahan-lahan dirinya akan termakan usia. Satu per satu organ tubuhnya akan mulai mengalami penuaan dan lama-lama menjadi tidak maksimal fungsinya. Matanya akan kabur, pendengarannya berkurang, ototnya melemah, tulangnya rapuh, jalannya mulai pakai tongkat, berdirinya sudah tidak bisa tegap lagi. Tidak sampai seratus tahun sudah bisa dipastikan semua itu akan memasuki tahapannya.
Bandingkan dengan keabadian kenikamatan di akhirat atau di dalam surga. Semua fasilitas kenikmatan akan terus menerus disuplai dan tidak pernah dicabut, sedangkan tubuhnya diberi organ-organ yang awet, entah bagaimana pun teknisnya.
Kalau pakai logika kita sekarang, boleh jadi tubuhnya akan terus menerus melakukan proses metabolisme tanpa henti, sehingga jaringan tubuhnya akan selalu terbaharui dengan sendirinya. Selain itu juga dengan memperbaiki mutasi genetik yang terkait dengan penuaan dan penyakit terkait usia.
وَاللَّهُ يُحِبُّ الْمُحْسِنِينَ
Kata wallahu (وَاللَّهُ) artinya : dan Allah. Kata yuhibbu (يُحِبُّ) adalah kata kerja dalam bentuk fi’il mudhari yang artinya : mencintai. Kata al-muhsinin (الْمُحْسِنِينَ) adalah bentuk jamak dari mushin yang merupakan ism fail dari kata (أَحْسَنَ – يُحْسِنُ - إحْسَاناً) ihsan yang berarti orang-orang yang berbuat ihsan.
Dalam terjemahan versi Kemenag RI, kata al-mushinin diartikan sebagai : orang yang berbuat baik. Sementara Prof. Quraish Shihab menerjemahkannya lebih lengkap, yaitu : orang-orang yang selalu berbuat baik. Sedangkan Buya HAMKA menerjemahkannya menjadi : orang-orang yang berbuat baik.
Kata ihsan sendiri punya banyak makna, salah satunya sebagaimana yang dijelaskan dalam hadits tentang tiga perkara mendasar, yaitu Iman, Islam dan Islam. Nabi SAW bersabda :
Ihsan adalah bahwa kamu beribadah kepada Allah seakan-akan kamu melihat-Nya, jika kamu tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu."
Dalam konteks hadis ini, berbuat ihsan itu berarti beribadah dengan menjaga kualitas yang sebaik-baiknya. Caranya dengan merasa dilihat langsung oleh Allah SWT.
Namun kata ihsan ini dalam banyak hal dikaitkan dengan sedekah, sumbangan, derma, donasi, infaq dan berbagai macam jenis bantuan yang sifatnya kepada harta benda.
Secara umum bisa kita simpulkan bahwa kita bertemu dengan tiga ayat berturut-turut menyebut tiga hal yang penting dijadikan pegangan hidup berjuang.
Bersyukur (syakirin)
Bersabar (shabirin)
Selalu memperbaiki dan mempertinggi mutu (muhsinin), sehingga baik dalam iman atau dalam amal, tidak bertambah mundur, tetapi bertambah maju.