Kata inna (إِنَّ) artinya : sesungguhnya, sedangkan makna awwala (أَوَّلَ) adalah yang pertama. Kata baitin (بَيْتٍ) artinya rumah, namun tentunya rumah yang dimaksud bukan rumah tempat tinggal yang jadi hunian manusia, tetapi rumah yang digunakan sebagai tempat ibadah atau menjadi arah kiblat shalat penghuni bumi.
Kata wudhi’a (وُضِعَ) artinya : yang ditetapkan, lafazh lin-nasi (لِلنَّاسِ) artinya : untuk manusia. Karena manusia tinggal di bumi maka Allah SWT menetapkan kiblat umat manusia di bumi.
Ada dua pendekatan terkait istilah : “tempat yang pertama”, yaitu :
1. Pendekatan Pertama
Maksudnya pertama dalam sejarah manusia di muka bumi. Bahwa sebelum Nabi Ibrahim di tahun 1900-an mendirikan Ka’bah, sebenarnya sudah ada beberpaa bagunan di dunia ini yang juga digunakan sebagai tempat ibadah umat manusia di muka bumi.
Piramida Giza: Dibangun sekitar 2580–2560 SM pada periode Kerajaan Lama Mesir. Piramida Giza merupakan salah satu dari Tujuh Keajaiban Dunia Kuno dan adalah makam untuk Firaun Khufu (dikenal juga sebagai Cheops dalam bahasa Yunani).
Kuil Karnak: Dibangun sekitar 2055–1650 SM pada periode Kerajaan Pertengahan Mesir. Kuil ini merupakan kompleks kuil terbesar di Mesir kuno, didedikasikan untuk dewa Amun.
Ziggurat Ur: Dibangun sekitar 2100–2050 SM pada periode Akkadia. Ziggurat Ur merupakan struktur piramidal bertingkat yang didedikasikan untuk dewa Nanna (dewa bulan) dan terletak di kota kuno Ur di wilayah Sumeria, yang sekarang merupakan bagian dari Irak.
Dengan data di atas, memang benar bahwa Ka’bah yang dibangun oleh Nabi Ibrahim berarti bukan yang pertama dalam sejarah manusia.
Namun jangan lupa, berdirinya Ka’bah di masa Nabi Ibrahim itu hanyalah pembangunan kembali, bukan pembangunan yang pertama. Nabi Ibrahim membangun kembali di atas pondasi Ka’bah yang sudah pernah ada sebelumnya. Maka ada istilah pondasi Ka’bah dalam ayat berikut :
وَإِذْ يَرْفَعُ إِبْرَاهِيمُ الْقَوَاعِدَ مِنَ الْبَيْتِ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah (QS. Al-Baqarah : 127)
Disebutkan dalam hadits nabawi bahwa awalnya Ka’bah dibangun oleh para malaikat, jauh sebelum masa diciptakannya Nabi Adam alaihissalam.
إِنَّ اللَّهَ تَعَالَى بَعَثَ مَلَائِكَتَهُ فَقَالَ ابْنُوا لِي فِي الْأَرْضِ بَيْتًا عَلَى مِثَالِ الْبَيْتِ الْمَعْمُورِ وَأَمَرَ اللَّهُ تَعَالَى مَنْ فِي الْأَرْضِ أَنْ يَطُوفُوا بِهِ كَمَا يَطُوفُ أَهْلُ السَّمَاءِ بِالْبَيْتِ الْمَعْمُورِ، وَهَذَا كَانَ قَبْلَ خَلْقِ آدَمَ
Dari Muhammad bin Ali bin Al-Husein bin Ali bin Abi Thalib radhiyallahuanhu dari Nabi SAW, “Sesungguhnya Allah SWT telah mengutus para malaikat-Nya seraya berfirman, “Bangunkan untuk-Ku di bumi sebuah rumah seumpama Baitul Ma’mur. Dan Allah SWT perintahkan semua makhluk di bumi untuk bertawaf mengelilinya, sebagaimana penduduk langit melakukannya di Baitul Makmur. Dan ini semua terjadi sebelum diciptakannya Nabi Adam.
Dengan demikian, Maha Benarlah Allah SWT yang menegaskan bahwa rumah pertama yang dibangun untuk ibadah adalah Ka’bah, karena dibangunnya di masa sebelum adanya peradaban manusia. Dibangun oleh para malaikat yang turun ke bumi.
2. Pendekatan Kedua
Pendekatan kedua bicara tentang pembangunan Ka’bah di Mekkah yang dibangun lebih awal dari pada pembangunan Baitul Maqdis yang ada di Palestina.
Kalau dikaitkan dengan konteks turunnya ayat ini memang rasanya jadi lebih tepat, sebab kala itu orang-orang Yahudi di Madinah memang selalu membangga-banggakan agama mereka dan menyatakan bahwa agama mereka lebih unggul dari pada agama Islam, termasuk juga mereka membangga-banggakan Baitul Madqis, dengan mengklaim bahwa Ka’bah dibangun setelah berdirinya Baitul Maqdis.
Para shahabat bertanya kepada Nabi SAW, salah satunya Abu Dzar yang riwayatnya dishahihkan oleh Imam Muslim.
عَنْ أبِي ذَرٍّ - رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ - أنَّهُ قالَ: «سَألْتُ رَسُولَ اللَّهِ: أيُّ مَسْجِدٍ وُضِعَ أوَّلَ ؟ قالَ: المَسْجِدُ الحَرامُ، قُلْتُ: ثُمَّ أيُّ ؟ قالَ: المَسْجِدُ الأقْصى، قُلْتُ: كَمْ كانَ بَيْنَهُما ؟ قالَ: أرْبَعُونَ سَنَةً
Dari Abu Dzar radhiyallahuanhu bahwa dirinya bertanya kepada Rasulullah SAW.”Masjid manakah yang lebih dahulu dibangun?". Nabi SAW menjawab,”Masjid Al-Haram”. Aku bertanya lagi,”Kemudian masjid apa lagi?”. Beliau SAW menjawab,”Masjid Al-Aqsha”. Aku tanya lagi,”Berapa lama beda waktu pembangunannya?". Nabi SAW menjawab,"Empat puluh tahun". (HR. Muslim)
Sebenarnya Baitul Maqdis yang dibangga-banggakan oleh orang Yahudi tidak lain adalah istana Nabi Sulaiman alaihissalam. Di dalam Al-Quran memang disebutkan bahwa Nabi Sulaiman dibantu oleh banyak pasukannya, termasuk dari kalangan jin, untuk membangun istananya.
يَعْمَلُونَ لَهُ مَا يَشَاءُ مِنْ مَحَارِيبَ وَتَمَاثِيلَ وَجِفَانٍ كَالْجَوَابِ وَقُدُورٍ رَاسِيَاتٍ
Para jin itu membuat untuk Sulaiman apa yang dikehendakinya dari gedung-gedung yang tinggi dan patung-patung dan piring-piring yang (besarnya) seperti kolam dan periuk yang tetap (berada di atas tungku). (QS. Saba : 13)
Bila memang bangunan yang disebut Haikal Sulaiman itu yang dimaksud, maka tahun berdirinya pasti jauh sekali dengan Ka’bah. Sebab Nabi Sulaiman disebut-sebut hidup di sekitaran tahun 1000 sebelum masehi. Sedangkan Nabi Ibrahim hidup di sekitaran 1.900-an tahun sebelum masehi. Jaraknya terpaut jauh sekali hingga 900 tahun.
Kiblat Pertama di Langit
Namun bila dibandingkan dengan tempat ibadah dan kiblat untuk para penghuni langit, maka beda lagi ceritanya. Untuk mereka ada yang disebut dengan Baitul Makmur, sebagaimana yang tertuang pada hadits di atas. Juga ada konfirmasi dari hadits lain, yaitu ketika Nabi Muhammad SAW dimikrajkan naik ke langit yang ketujuh, diriwayatkan bahwa disana Beliau SAW bertemu dengan Nabi Ibrahim yang sedang bersandar punggungnya di Baitul-Ma’mur.
ثُمَّ عُرِجَ بِنا إلى السَّماءِ السّابِعَةِ، فاسْتَفْتَحَ جِبْرِيلُ، فَقِيلَ: مَن هَذا؟ قالَ: جِبْرِيلُ، قِيلَ: ومَن مَعَكَ؟ قالَ: مُحَمَّدٌ ﷺ، قِيلَ: وقَدْ بُعِثَ إلَيْهِ؟ قالَ: قَدْ بُعِثَ إلَيْهِ، فَفُتِحَ لَنا فَإذا أنا بِإبْراهِيمَ ﷺ مُسْنِدًا ظَهْرَهُ إلى البَيْتِ المَعْمُورِ، وإذا هُوَ يَدْخُلُهُ كُلَّ يَوْمٍ سَبْعُونَ ألْفَ مَلَكٍ لا يَعُودُونَ إلَيْهِ
Kemudian kami dimi’rajkan ke atas langit. Jibril meminta dibukakan lalu ada suara bertanya, “Siapa Anda?”. Jibril menjawab, “Jibril”. Suara itu bertanya lagi, “Siapa yang bersamamu?”. Jibril menjawab, “Muhammad”.Suara itu bertanya lagi, “Apakah dia telah diutus kepadanya?”. Jibril menjawab, “Ya, telah diutus kepadanya”. Maka dibukakan pintu untuk kami. Ternyata itu adalah Nabi Ibrahim alaihissalam yang sedang menyandarkan punggungnya di Baitul Makmur, tempat itu setiap harinya dimasuki 70 ribu malaikat. Setelah keluar, mereka tidak kembali lagi kepadanya (Baitul Makmur).
Kata lallafzi (لَلَّذِي) terdiri dari huruf lam (ل) yang maknanya memberikan taukid dan kata al-ladzi (الذي) maknanya : yang. Kira-kira tepatnya juga kalau dimaknai : pastilah yang terletak. Sedangkan makna bi-bakkah (بِبَكَّةَ) artinya yang : terletak di Bakkah.
Para ulama berbeda pendapat, kenapa tidak disebut dengan Mekkah tetapi Bakkah. Pertanyaannya, apakah itu hanya sinonim saja ataukah ada perbedaan antara keduanya?
Dalam hal ini memang ada dua pendapat di kalangan para ulama :
1. Sinonim Beda Pelafalan
Pendapat pertama mengatakan bahwa keduanya adalah sinonim tapi hanya beda pelafalan. Bahwa yang dimaksud dengan Bakkah tidak lain adalah Makkah, hanya berbeda secara lahjah pengucapannya saja. Namun maksudnya adalah kota Mekkah.
Adalah perbedaan lisan umat manusia yang dipengaruhi perkembang-biakan, diaspora, perbedaan tempat tinggal, berkembang menjadi bersuku dan berbangsa, sehingga sebuah kata bisa saja mengalami perubahan cara pengucapan. Huruf mim (م) bisa saja berubah pengucapannya menjadi ba’ (ب), dari Makkah (مكة) menjadi Bakkah (بكة) atau sebaliknya.
Ibnu Asyur memberi contoh bahwa fenomena semacam ini banyak contohnya, misalnya tidak ada beda makna anda lazim (لازم) dan lazib (لازب), karena maksudnya sama saja, hanya beda teknis pengucapan antara huruf mim dan huruf ba’.
Begitu juga kata arbad (أربد) dan armad (أرمد) punya makna yang sama yang artinya warna coklat atau ramadi (رمادي).
2. Dua Objek Yang Berbeda
Pendapat lain menyebutkan bahwa antara Bakkah dan Makkah itu berbeda, meski masih saling tumpang tindih. Bakkah itu lahan tempat berdirinya Ka’bah, sedangkan Mekkah adalah kota Mekkah secara keseluruhan, termasuk di dalamnya Masjid Al-Haram dan rumah-rumah penduduknya.
Ketika Baitullah Ka’bah didirikan pertama kali oleh para malaikat, di tempat itu belum ada manusia dan kota Mekkah sendiri belum ada. Bahkan ketika sebelum Nabi Ibrahim diperintahkan untuk membangunnya kembali di atas pondasi-pondasinya, bahkan tempat itu disebutkan masih belum ada penghuninya. Al-Quran menggambarkannya dengan ungkapan : sebuah lembah yang tidak ada tumbuhannya.
رَبَّنَا إِنِّي أَسْكَنْتُ مِنْ ذُرِّيَّتِي بِوَادٍ غَيْرِ ذِي زَرْعٍ عِنْدَ بَيْتِكَ الْمُحَرَّمِ
Ya Tuhan kami, sesungguhnya aku telah menempatkan sebahagian keturunanku di lembah yang tidak mempunyai tanam-tanaman di dekat rumah Engkau (Baitullah) yang dihormati. (QS. Ibrahim : 37)
Hajar pun kebingunan berlarian kesana kemari demi mencari air bagi anaknya, Ismail alaihissalam, yang menangis kehausan. Tidak ada yang memberinya air, karena tempat itu kosong tidak berpenghuni.
Barulah nanti ketika ditemukan sumber air Zamzam, mulailah berdatangan para musafir yang menempuh perjalanan di gurun pasir. Perlahan-lahan tempat itu mulai ada penghuninya sampai akhirnya menjadi kota yang disebut dengan Mekkah.
Maka jelas ada perbedaan antara Bakkah dan Makkah, baik dari segi waktu dan tempat.
Kata hudan (هُدًى) artinya : menjadi petunjuk, sedangkan kata lil-‘alamin (لِلْعَالَمِينَ) artinya bagi segenap alam. Namun yang dimaksud dengan alam bukanlah nature seperti tanah, air, bumi, langit, bulan, matahari, bintang dan isinya.
Yang dimaksud adalah ‘alamin (العالمين) adalah berbagai macam ras dan bangsa umat manusia di berbagai belahan bumi, yang diistilahkan di berbagai alam atau kerajaan dan negeri yang berbeda-beda. Mereka hidup di alam yang berbeda, yaitu dengan bahasa yang berbeda-beda, dengan adat istiadat yang beda-beda juga, dengan sistem tata nilai, budaya dan model masyarakata yang berbeda-beda, bahkan dengan menuhankan objek yang berbeda-beda juga.
Lantas bagaimana kita bisa menjelaskan secara teknis, bahwa Ka’bah itu menjadi petunjuk bagi bangsa-bangsa di dunia?
Menurut sebagian ulama bahwa yang dimaksud bahwa tempat dimana Ka’bah ini berdiri menjadi tempat pertama kali turunnya wahyu samawi dan risalah yang dibawa oleh Nabi Muhammad SAW. Maka wahyu dan risalah itulah yang dimaksud dengan petunjuk.
Ada juga yang mengatakan bahwa di dalam sejarah berdirinya Ka’bah sejak sebelum umat manusia diciptakan, ada banyak petunjuk yang penting bagi umat manusia.
Juga ada yang mengatakan bahwa kepopuleran Ka’bah sebagai tempat ibadah menjadi bukti-bukti kebenaran agama Islam.
Wallahualam bishshawab.