Kemenag RI 2019:Mereka itulah orang-orang yang Allah ketahui apa yang ada di dalam hatinya. Oleh karena itu, berpalinglah dari mereka, nasihatilah mereka, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya. Prof. Quraish Shihab:Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang dalam hati mereka. Karena itu, berpalinglah dari mereka, dan berilah mereka pelajaran yang menyentuh hati, dan katakanlah kepada mereka perkataan yang berbekas dalam diri mereka. Prof. HAMKA:Mereka itu adalah orang-orang yang Allah mengetahui apa yang ada dalam hati mereka. Maka berpalinglah dari mereka dan beri pengajaranlah mereka, dan katakanlah kepada mereka kata-kata yang membekas dalam hati mereka.
Ayat ke-63 ini masih sambungan dari ayat sebelumnya, yaitu masih membicarakan sifat-sifat orang munafik. Namun secara khusus Allah SWT di ayat ini memberi satu informasi dan tiga perintah kepada Nabi SAW.
Informasinya adalah bahwa Allah SWT mengetahui isi hati orang-orang munafik, yaitu bahwa mereka hanya mengaku beriman di lisan mereka saja, sementara mereka di hati mereka tetap kafir dan inkar dari ajaran Islam.
Oleh karena itu Allah SWT memberikan tiga perintah atau tindakan kepada Nabi SAW : Pertama, berpalinglah dari mereka. Kedua, beri mereka nasehat. Ketiga, katakan kepada mereka perkataan yang membekas dalam jiwa mereka.
Lafazh ulaika (أُولَٰئِكَ) merupakan kata tunjuk alias ismul-isyarah, sehingga pantas bila kita terjemahkan menjadi : mereka itulah. Maksudnya tentu orang-orang munafik di Madinah di masa kenabian. Kata ulaika (أُولَٰئِكَ) kalau dalam struktur kalimat, posisinya menjadi mubtada’.
Sedangkan yang menjadi khabar-nya adalah kata alladzina (الَّذِينَ) yang artinya : orang-orang yang. Kata ya’lamullah (يَعْلَمُ اللَّهُ) artinya : Allah mengetahui. Kata maa fii qulubihim (مَا فِي قُلُوبِهِمْ) menjadi objek atau maf’ul bihi dan artinya : apa yang ada di dalam hati mereka.
Yang ada di dalam hati mereka adalah keinginan untuk berhukum kepada thaghut (يُرِيدُونَ أَنْ يَتَحَاكَمُوا إِلَى الطَّاغُوتِ) dan meninggalkan berhukum kepada Nabi Muhammad SAW serta berpaling dari tahkim yang Beliau SAW lakukan.
Apa yang ada di dalam hati mereka tentu saja mereka sembunyikan dan tidak ada yang tahu demi untuk kamuflase. Namun ayat ini menegaskan bahwa apa yang tersembunyi di dalam hati mereka, di hadapan Allah SWT sudah bukan lagi rahasia. Sebab Allah SWT tahu persis yang mereka sembunyikan.
Al-Qurtubi dalam tafsir Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran[1] mengutip pendapat Az-Zajjaj bahwa penggalan ayat ini sebenarnya merupakan penegasan dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW bahwa mereka itu memang benar-benar resmi sebagai orang munafik.
[1] Al-Qurthubi (w. 681 H), Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran, (Cairo - Darul-Qutub Al-Mishriyah –Cet. III, 1384 H- 1964 M)
فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ وَعِظْهُمْ
Kata fa a’ridh anhum (فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ) merupakan kata kerja dalam bentuk fi’il amr yang merupakan perintah kepada Nabi SAW. Asalnya dari kata (أَعْرَضَ - يُعْرِضُ) dan maknanya adalah : berpalinglah dari mereka.
Ibnu Katsir menuliskan bahwa yang dimaksud dari larangan ini yaitu bahwa Allah SWT perintahkan kepada Nabi SAW untuk meninggalkan mereka dan tidak usah menjatuhkan hukuman pada tubuh dan jasad mereka. Intinya Nabi SAW diminta untuk tidak bersikap keras terhadap mereka atas apa yang ada di dalam hati mereka.
Namun Al-Qurtubi memandang bahwa yang dimaksud dengan berpalinglah dari mereka adalah : janganlah kamu terima alasan yang mereka kemukakan.
Kata wa ‘izh-hum (وَعِظْهُمْ) artinya : dan nasehatilah mereka. Ibnu Katsir dalam Tafsir Al-Quran Al-Azhim[1] mengatakan bahwa maksud dari perintah ini terkait dengan Allah SWT yang meminta kepada Nabi SAW agar mencegah mereka dari apa yang ada di dalam hati mereka berupa kemunafikan dan niat-niat jahat yang tersembunyi.
Sedangkan Al-Qurtubi[2] menafsirkan bahwa perintah wa ’izh-hum (وَعِظْهُمْ) artinya : dan takut-takutilah mereka. Maksudnya berikan kepada mereka ancaman siksa di akhirat.
Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah[3] menuliskan bahwa perintah (فَأَعْرِضْ عَنْهُمْ) yang maknanya ‘berpalinglah dari mereka’, terambil dari akar kata yang berarti ‘samping’. Ini berarti, perintah tersebut adalah perintah untuk menampakkan sisi samping seseorang, bukan menampakkan muka atau wajahnya.
Biasanya, sikap demikian mengandung makna meninggalkan yang bersangkutan. Makna ini kemudian berkembang sehingga bermakna tidak bergaul dan tidak berbicara dengan orang yang ditinggalkan tersebut. Juga dipahami dalam arti : ‘tinggalkan dan biarkan, jangan jatuhkan sanksi atasnya, atau maafkan dia’.
Bukannya Nabi SAW diperintahkan untuk memaafkan perbuatan mereka, tetapi karena Allah yang akan membalas mereka. Maka jangan terlalu dipikirkan ulah mereka dan jangan hiraukan keengganan dan kedurhakaan mereka, toh mereka pasti masuk neraka.
[1] Ibnu Katsir (w. 774 H), Tafsir Al-Quran Al-Azhim (Cairo, Dar Thaibah lin-Nasyr wa at-Tauzi’, Cet. 2, 1420 H – 1999 M)
[2] Al-Qurthubi (w. 681 H), Al-Jami’ li Ahkam Al-Quran, (Cairo - Darul-Qutub Al-Mishriyah –Cet. III, 1384 H- 1964 M)
[3] Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah : pesan, kesan dan keserasian Al-Quran (Tangerang, PT. Lentera Hati, 2017)
وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا
Kata wa qul lahum (وَقُلْ لَهُمْ) artinya : dan katakanlah. Kata fi anfusihim (فِي أَنْفُسِهِمْ) artinya : pada diri mereka. Kata qaulan baligha (قَوْلًا بَلِيغًا) artinya : perkataan yang membekas.
Tiga versi terjemah kita sepakat membalik urutannya, yaitu dengan memposisikan kata fi anfusihim (فِي أَنْفُسِهِمْ) di bagian akhir, sehingga hasilnya menjadi sebagai berikut : “dan katakanlah kepada mereka perkataan yang membekas pada jiwanya”.
Al-Alusi dalam tafsirnya Ruh Al-Ma’ani[1] menjelaskan bahwa perintah (وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ) ini maksudnya katakanlah kepada mereka saat tidak ada orang lain bersama mereka, karena hal itu lebih memungkinkan mereka untuk menerima nasihat. Sebab ada sebuah etika dalam menasehati orang yaitu hindari memberi nasihat di hadapan khalayak.
النُّصْحُ بَيْنَ المَلَأِ تَقْرِيعٌ
Menasehati orang di hadapan orang banyak justru merupakan penghinaan atau celaan
Sedangkan makna qaulan baligha (قَوْلًا بَلِيغًا) yang dimaksud adalah perkataan yang berpengaruh, yang sampai ke inti maksud, serta sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Prof. Dr. M. Quraish Shihab dalam tafsirnya Al-Misbah[2] menuliskan bahwa perintah (وَقُلْ لَهُمْ فِي أَنْفُسِهِمْ قَوْلًا بَلِيغًا) ini bisa juga kata itu dipahami dalam arti sampaikan nasihat kepada mereka secara rahasia, jangan permalukan mereka di hadapan umum, karena nasihat atau kritik secara terang-terangan dapat melahirkan antipati, bahkan sikap keras kepala yang mendorong pembangkangan yang lebih besar lagi.
Sedangkan apa yang dimaksud dari penggalan ayat ini, menurut Fakhruddin Ar-Razi[3] ada dua pendapat, yaitu :
1. Pendapat Pertama
Yang dimaksud dengan al-wa’zh (الوعظ) alias nasihat disini adalah menakut-nakuti mereka dengan ancaman azab akhirat. Sedangkan yang dimaksud dengan qaulan baligha (قَوْلًا بَلِيغًا) atau perkataan yang mendalam adalah menakut-nakuti dengan azab dunia.
Apa yang ada di dalam hati kalian berupa kemunafikan dan tipu muslihat sesungguhnya diketahui oleh Allah. Bagi Allah, tidak ada perbedaan antara kalian dan orang-orang kafir lainnya. Allah hanya mengangkat pedang dari kalian karena kalian menampakkan iman. Jika kalian terus-menerus melakukan perbuatan buruk ini, maka jelaslah bagi semua orang bahwa kalian tetap dalam kekafiran, dan saat itu pedang akan dikenakan kepada kalian.
2. Pendapat Kedua
Pendapat kedua mengatakan bahwa ungkapan qaulan baligha (قَوْلًا بَلِيغًا) atau ‘perkataan yang mendalam’ adalah sifat dari al-wa’zh (الوعظ) alias nasihat.
Maka Allah memerintahkan untuk memberikan nasihat, kemudian memerintahkan agar nasihat tersebut disampaikan dengan perkataan yang mendalam, yaitu perkataan yang panjang, indah dalam susunan kata, bagus dalam makna, yang mencakup ajakan dan ancaman, peringatan dan ancaman, pahala dan hukuman.
Karena perkataan yang seperti ini memiliki pengaruh besar di hati, sedangkan jika perkataannya singkat, lemah dalam susunan, dan sedikit maknanya, maka tidak akan berpengaruh sama sekali di hati.